A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pada tahun 1998 di Indonesia merupakan tahun yang amat sangat penting,
reformasi banyak di dengung-dengungkan untuk menjadi harapan baru bagi para
rakyat mendapatkan kesejahteraan, ketentraman dan kemakmuran yang sebenarnya. Banyak
hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa itu, terutama terletak pada
ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan
pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan
kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu
semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan
penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat
pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan
politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu,
bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah
disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya
oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat
tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de
facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan
(nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada
institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan
munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan
reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang
dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Semua
berpandangan bahwa tahun ke-enam (1993) adalah tahun dimana Soeharto akan
menjabat terakhir kalinya, jadi diperkirakan 5 tahun adalah masa akhir dari
pimpinan presiden Soeharto. Pada tahun 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai
30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalah gunakan selama bertahun-tahun.
Apakah penyalahgunaan ini merupakan aji mumpung, mumpung masih majikan
sendiri yang berkuasa, mumpung masih menjabat. Mumpung masih bisa garuk harta
dengan mudah. Suatu yang tidak diduga itu terjadi krisis moneter, memaksa
pemerintah meminjam pada IMF. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada
kepemimpinan Presiden Soeharto yang datang dari para mahasiswa dan kalangan
intelektual.
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan
Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang
dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu
tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat
mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli
1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia
ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi
Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin
melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim
bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami
keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah
ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut
semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja. Krisis
moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999,
krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi
perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan
bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga
barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda
masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF.
Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi,
walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir
kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang
Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak
sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta.
Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462
miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar
Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri
terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh
keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi
dan korupsi serta tingginya kredit macet. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia
sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan
tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian
pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada
masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh
para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai
dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem
pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis.
Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di
Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang
sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar
kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat.
Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang
bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu
menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang
kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita
yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang
memberitakan itu pers daerah.
Demontrasi di lakukan oleh para
mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM
dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi
tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula
damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang
mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan
Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong
munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang
kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun
tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin
banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk
melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar
bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut
sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa
lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei
1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan
dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden
mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet,
segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai
Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan
Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti
sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada
Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya
oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana
Negara.
DAFTAR PUSTAKA
- sejarah-reformasi-1998.html
- perang sejarah para jenderal
- pelurusan sejarah
- wikipedia sejarah indonesia
- intelijenindonesia.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar