Senin, 24 Maret 2014

LANGKAH SANG PRESIDEN TRANSISI (BJ Habibie)/Sejarah Kontemporer

PENDAHULUAN
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia diwarnai dengan berbagai peristiwa penting, salah satunya peristiwa peralihan dari rezim ke rezim. Dari kepemimpinan Ir. Soekarno hinggga ke Soeharto. Kepemimpinan presiden Soeharto berjalan cukup lama yakni hingga 32 tahun lamanya. Namun di era orde baru terjadi banyak KKN, pembungkaman pers serta krisis moneter yang melanda Indonesia yang akhirnya banyak kelompok maupun tokoh-tokoh yang menyuarakan perlunya reformasi.
Diawali dengan terjadinya demonstrasi diberbagai daerah yang dilakukan oleh berbagai aliansi massa yang pro reformasi berakhir pada tanggal 21 Mei 1998 yang ditandai dengan pernyataan presiden Soeharto mundur dari tampuk kekuasaannya. Seketika itu kursi kepresidenan dijabat oleh BJ Habibie yang diangkat langsung oleh Soeharto. Itulah awal dari masa kepemimpinan BJ Habibie dalam pemerintahan Indonesia. Dengan menjabat 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan  Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah Republik Indonesia.
Banyak peristiwa yang mewarnai proses peralihan kekuasaan dari Soeharto ke Habibie, diantaranya krisis moneter, kerusuhan Trisakti, hingga lepasnya wilayah Timor-Timur dari NKRI.
Walaupun menjabat sebagai presiden kurang dari 2 tahun, namun Habibie memiliki tugas yang cukup serius diantaranya mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan mencipkatan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, dalam masa pemerintahannya juga mampu menyelenggarakan PEMILU 1999 pertama pasca reformasi.
Kepemimpinan BJ Habibie yang singkat itulah yang menarik perhatian saya menulis artikel ini.



LANGKAH SANG PRESIDEN TRANSISI (BJ HABIBIE)
Oleh
Muchammad Imam Junaidi
3101410096

BIOGRAFI SINGKAT
BJ Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogyakarta, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie menikahi Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Sebelumnya ia pernah sekolah di SMAK Dago.Ia belajar teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, yang pada akhirnya menerima gelar diplom ingineur pada 1960 dan gelar doktor ingineur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

PERJALANAN KARIR
Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, ia mencapai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Soeharto.
Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.
Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.

MASA KEPRESIDENAN
Pemerintahan Habibie mempunyai visi misi yang cukup baik yakni “Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa[1].  Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam pemberitaan.
Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto akibat salah urus pada masa orde baru, sehingga menimbulkan  maraknya kerusuhan dan disintegerasi yang memakan banyak korbanhamper di seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya".[2]  Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR". [3]
Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.
Ada beberapa kebijakan yang berhasil dilakukan dalam masa pemerintahannya :

1.      Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.
Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.



2.      Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

3.      Reformasi Bidang Hukum

Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.

4.      Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.

5.      Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena dari pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.
Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.
KELEBIHAN MASA PEMERINTAHAN HABIBIE
Dalam masa pemerintahan yang singkat tersebut, bukan berarti Habibie tidak kelebihan dalam pemerintahannya. Berkaitan dengan semangat demokrasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkannya dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kabinetnya, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sektoral antarmenteri. Selain itu, sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinannya dalam menangani masalah bangsa.
Selain itu, semasa pemerintahan Habibie ditetapkan 50 Undang-undang baru, berarti rata-rata perbulannya adalah 3,13. Ini lebih tinggi dari rata-rata masa orde baru yang hanya 0,34.[4]

PERMASALAHAN BARU YANG MUNCUL DALAM MASA PEMERINTAHAN HABIBIE
·         Berbagai pelanggaran HAM bermunculan
·         Masalah tragedi Trisakti
·         Masalah bank Bali
·         Lepasnya Timor-Timur dari NKRI
·         Status hukum mantan presiden Soeharto yang belum jelas
Kasus yang sangat penting dalam masa pemerintahan Habibie salah satunya adalah lepasnya Timor-Timur dari NKRI yang kemudian mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkan Habibie. Upaya ini akhirnya berhasil dilakukan pada Sidang Umum 1999, ia memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.





PENUTUP
Perlu diingat bahwa peralihan kekuasaan tahun 1998 tidak hanya menyangkut tanggal 21 Mei 1998 saja tetapi juga peristiwa-peristiwa yang terjadi baik sebelum, sesudah maupun selama pemerintahan Habibie, diantaranya kerusuhan Trisaksi yang memakan korban tidak sedikit hingga kebijakan referendum yang dilakukan pemerintahan Habibie untuk menentukan status wilayah Timor-Timur yang akhirnya lepas dari NKRI.
Namun tidak sedikit pula prestasi yang ditorehkan Habibie selama ia menjabat sebagai presiden, untuk pertama kalinya Indonesia mampu mebuat pesawat terbang sendiri walaupun dalam penjualannya tidak sesukses dalam produksinya, stabilnya kembali nilai tukar rupiah, UU otonomi daerah yang mampu meminimalisir kemungkinan terjadinya upaya daerah untuk melepaskan diri dari NKRI, penentapan Undang-undang yang cukup signifikan dalam waktu yang relatif singkat, kebebasan pers dll.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi, pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan MPR mengenai masalah Timor-Timur.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan terhadap pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rezim Orba. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden.




SUMBER
Warman Adam, Asvi, 2007. Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta : Ombak
Wikipedia.com
Waroeng Kampfer.blogspot.com
Mindberryel Diaries.blogspot.com
Taufik Nurrohman.blogspot.com





[1] Wikipedia.com
[2] Wikipedia.com
[3] Wikipedia.com
[4] Asvi Warman Adam, Seabad Kontroversi Sejarah, (2007), hal. 146

0 komentar:

Posting Komentar